Kamis, 15 April 2010

Faktor Kurang Gizi Pada Anak

BAB I
PENDAHULUAN
Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima di samping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekurangan gizi dapat merusak kualitas SDM.

Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi. Kejadian kekurangan gizi sering terluputkan dari penglihatan atau pengamatan biasa, akan tetapi secara perlahan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, serta rendahnya umur harapan hidup.

Uraian berikut ini merupakan kajian status gizi dan kesehatan penduduk yang menunjukkan fakta yang terjadi pada masyarakat Indonesia disertai dengan faktor penyebabnya. Prevalensi status gizi dan kesehatan diterjemahkan ke jumlah penduduk, dan angka prevalensi tahun terakhir digunakan untuk proyeksi sampai tahun 2015. Kajian ini diakhiri dengan rekomendasi untuk alternatif intervensi pada masa yang akan datang.













BAB II
PEMBAHASAN

Kurang Energi Protein (KEP)
KEP seringkali dijumpai pada anak usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun, pada usia ini tubuh memerlukan zat gizi untuk pertumbuhan, sehingga apabila kebutuhan zat gizi itu tidak tercapai maka tubuh akan menggunakan cadangan zat makanan yang ada sehinggga lama kelamaan cadangan itu akan habis dan akan menyebabkan kelainan pada jaringan, dan selanjutnya dalam tubuh akan menyebabkan terjadinya perubahan dan akhirnya akan menimbulkan kelainan anatomis (M. Agus Krisno, 2001:27).

Gejala klinis KEP berbeda-beda tergantung derajat dan lama deplesi protein, energi, dan umur penderita juga tergantung oleh hal lain seperti adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Pada KEP ringan dan sedang yang ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang, seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat (Solihin Pudjiadi, 2000:107).

KEP ringan dan sedang sering ditemukan pada anak–anak dari 9 bulan sampai usia 2 tahun, tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang lebih besar.

Berikut tanda–tanda KEP ringan dan sedang dilihat dari pertumbuhan yang terganggu dapat diketahui melalui :
 Pertumbuhan linier berkurang atau berhenti,
 Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, ada kalanya berat badan kadang menurun,
 Ukuran lingkar lengan atas menurun,
 Maturasi tulang terlambat,
 Rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun,
 Tebal lipat kulit normal atau mengurang,
 Anemia ringan, diet yang menyebabkan KEP sering tidak mengandung cukup zat besi dan vitamin–vitamin lainnya,
 Aktivitas dan perhatian mereka berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat,
 Kelainan kulit maupun rambut jarang ditemukan pada KEP ringan dan sedang, akan tetapi adakalanya dapat ditemukan (Solihin Pudjiadi, 2000:107).

Faktor yang Berhubungan dengan Kurang Gizi.
Masalah kurang gizi disebabkan oleh berbagai hal yaitu: Faktor penyebab langsung, faktor penyebab tidak langsung, akar masalah dan pokok masalah (I Dewa Nyoman, 2001:13).

Masalah kurang gizi merupakan akibat dari interaksi antara berbagai faktor, akan tetapi yang paling utama adalah dua faktor yaitu konsumsi pangan dan infeksi, adanya ketidak seimbangan antara konsumsi zat energi dan zat protein melalui makanan, baik dari segi kuantitatif dan kualitatif. Dideritanya panyakit infeksi, yang umumnya infeksi saluran pernafasan dan infeksi saluran pencernaan, maka keadaan kurang gizi akan bertambah parah. Namun sebaliknya penyakit-penyakit tersebut dapat bertindak sebagai pemula terjadinya kurang gizi sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan serta meningkatnya kebutuhan gizi akibat adanya penyakit (Yahya HK, 2001:11). Selain dari penyebab utama tersebut banyak sekali faktor yang menyebabkan terjadinya masalah kurang gizi yaitu ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, pola pengasuhan anak, kondisi lingkungan atau penyediaan air bersih serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai serta faktor sosial budaya dan ekonomi seperti tingkat pendapatan keluarga, besar anggota keluarga, pantangan atau tabu dalam hal makanan dan adat kebiasaan yang merugikan (Soekirman, 2000:12).

Faktor Penyebab Langsung

 Konsumsi zat gizi
Defisiensi gizi yang paling berat dan meluas terutama dikalangan anak-anak ialah akibat kekurangan zat gizi energi dan protein sebagai akibat kekurangan konsumsi pangan dan hambatan mengabsorbsi zat gizi. Zat energi digunakan oleh tubuh sebagai sumber tenaga yang tersedia pada makanan yang mengandung karbohidrat, zat protein digunakan oleh tubuh sebagai pembangun yang berfungsi memperbaiki sel-sel tubuh. Pada defisiensi yang berat anak dapat menderita marasmus, suatu keadaan kekurangan zat energi dan protein yang berat, atau kwashiorkor yang disebabkan terutama oleh defisiensi protein yang berat. Konsumsi makanan sangat diperlukan dan harus diperhatikan oleh anggota keluarga dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari dengan demikian apabila keluarga dalam mengkonsumsi makanan yang bergizi dapat terpenuhi maka kesehatan tubuh dapat terjaga di samping kegiatan untuk menjaga kesehatan lainnya.


 Pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan
Bagian penting dari pengelolaan gizi adalah pengetahuan, kurangnya daya beli merupakan suatu kendala, tetapi defisiensi gizi akan banyak berkurang bila orang mengetahui bagaimana menggunakan daya beli yang ada. Menurut Sediaoetama tingkat pengetahuan akan mempengaruhi seseorang dalam memilih makanan. Untuk masyarakat yang berpendidikan dan cukup pengetahuan tentang gizi, pertimbangan fisiologis lebih menonjol dibandingkan dengan kebutuhan kepuasan psikis. Tetapi umumnya akan terjadi kompromi antara keduanya, sehingga akan menyediakan makanan yang lezat dan bergizi seimbang (Sediaoetama, 1995:17).

Rendahnya pengetahuan ibu merupakan faktor penting, karena mempengaruhi kemampuan ibu dalam mengelola sumber daya yang ada untuk mendapatkan kecukupan bahan makanan. Pengetahuan tentang kandungan zat gizi dalam berbagai bahan makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang berharga tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi (Syahmien Moehji, 2003:6).







 Pendidikan ibu
Tingkat pendidikan formal membentuk nilai-nilai progresif bagi seseorang terutama dalam menerima hal-hal baru. Tingkat pendidikan formal merupakan faktor yang ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan menekuni pengetahuan yang diperoleh.

Peranan orang tua, khususnya ibu, dalam menyediakan dan menyajikan makanan yang bergizi bagi keluarga, khususnya anak menjadi penting. Masukan gizi anak sangat tergantung pada sumber-sumber yang ada di lingkungan sosialnya, salah satu yang sangat menentukan adalah ibu. Kualitas pelayanan ibu dalam keluarga ditentukan oleh penguasaan informasi dan faktor ketersediaan waktu yang memadai. Kedua faktor tersebut antara lain faktor determinan yang dapat ditentukan dengan tingkat pendidikan, interaksi sosial dan pekerjaan (Soekirman, 2000:26).

 Pendapatan keluarga
Masalah kekurangan gizi, keamanan pangan dan kemiskinan selalu berkaitan dan sukar ditunjukkan apa penyebabnya. Meskipun tersedia bahan makanan yang cukup, jika keluarga miskin kelaparan masalah gizi kemungkinan masih akan timbul. Jika tingkat pendapatan naik maka jumlah makanan yang dikonsumsi cenderung untuk membaik juga, secara tidak langsung zat gizi yang diperlukan tubuh akan terpenuhi dan akan meningkatkan status gizi (Suhardjo, 2003:25).
Tingkat pendapatan akan menentukan makanan apa yang akan dibeli oleh keluarga. Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk makanan. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan lain yang menyebabkan orang-orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Ada pula keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan cukup namun sebagian anaknya berstatus kurang gizi (Sayogya, 1996:13).

 Jumlah anggota dalam keluarga
Jumlah keluarga dan jarak kelahiran antar anak akan berpengaruh dalam acara makan bersama, sering sekali anak yang lebih kecil mendapat jumlah makanan yang kurang mencukupi karena anggota keluarga lain makan dalam jumlah yang lebih banyak. Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya jika yang harus diberikan makan dalam jumlah keluarga yang sedikit (Suhardjo, 2003:23).

Menurut Sediaoetama bahwa distribusi pangan yang dikonsumsi suatu keluarga sering tidak merata, yaitu jumlah makanan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya menurut umur dan keadaan fisik serta jenis kelaminnya. Zat gizi yang diperlukan oleh anak-anak dan anggota keluarga yang masih muda, pada umumnya lebih tinggi dari kebutuhan orang dewasa bila dinyatakan dalam satuan berat badan.

Faktor Penyebab Tidak Langsung

 Ketahanan pangan keluarga
Ketahanan pangan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu gizinya. Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersedian pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.

 Pengasuhan anak
Pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat kebersihan, memberikan kasih sayang dan sebagainya. Hal tersebut berhubungan dengan keadaan anak dalam hal kesehatan (fisik dan mental) status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan ketrampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat sifat pekerjaan sehari-hari serta adat kebiasaan keluarga masyarakat.

 Pelayanan kesehatan
Ketidak terjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanpatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak.

Pelayanan kesehatan adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas praktek bidan atau dokter, rumah sakit dan persediaan air bersih.

 Status gizi
Status gizi merupakan gambaran atau keadaan umum tubuh sebagai hasil interaksi antara faktor genetika dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi antara lain : gizi (makanan), fisik, ekonomi, Sosial, budaya, psikososial, sanitasi lingkungan serta geografis (Achmad Djaeni, 2000:13).

Oleh sebab itu status gizi dapat memperlihatkan keadaan seseorang (anak) dilihat dari perbandingan berat badan dan tinggi badan yang selanjutnya dihubungkan dengan keadaan-keadaan lain dalam tubuhnya, misalnya: umur, keadaan biokimiawi darah, fisik, psikomotor dan sebagainya (Achmad Djaeni, 2000:13).













BAB III

PENUTUP

Upaya perbaikan gizi masyarakat yang dilaksanakan secara intensif selama 30 tahun terakhir secara umum telah dapat menurunkan prevalensi beberapa masalah gizi utama, walaupun masih jauh tertinggal dari Negara lain. Namun demikian masih perlu adanya perbaikan secara holistik, karena pada saat krisis prevalensi masalah gizi meningkat dengan tajam.

Program perbaikan gizi kedepan lebih diharapkan menggunakan pendekatan preventif selain kuratif. Target perlu tepat dan benar-benar pada sasaran yang membutuhkan, tidak hanya berorientasi pada pemberian makan tambahan saja akan tetapi juga pada pendidikan gizi serta pemberdayaan masyarakat pada kemandirian gizi yang mengarah pada hidup sehat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar